Jumat, 15 Agustus 2008

kemerdekaan TI

KEMERDEKAAN DI BIDANG TI Membicarakan kemerdekaan memilih dalam dunia teknologi informasi (TI) cukup menarik karena sesungguhnya di dunia saat ini terdapat gerakan open source yg mempelopori kemerdekaan memilih.
Sebelum lebih jauh membicarakan tentang open source, ada baiknya kita lihat dulu kondisi dunia TI yg mendasari lahirnya gerakan ini.
Sejak awal berkembangnya TI, terutama di bidang perangkat lunak (software), skema perlakuan dibuat sedemikian rupa sehingga pengguna sangat dibatasi aksesnya ke kode sumber (source code). Kondisi semakin menguat dgn munculnya perusahaan software raksasa Microsoft yg didirikan oleh Bill Gates. Sepak terjangnya merubah software menjadi begitu komersil sekaligus menutup sama sekali akses pengguna ke source code. Source code adalah set perintah yg mendasari kerja sebuah software. Memahaminya akan sangat membantu untuk mengetahui cara kerja sekaligus dapat melakukan berbagai perubahan maupun perbaikan yg dibutuhkan dalam menghadapi kondisi pengguna yg pastinya tidak sama. Software jenis ini digolongkan sebagai software propietary.
Ketidakpuasan terhadap kondisi ini, melahirkan gerakan yg dipelopori oleh Richard Stallman ataupun Linus Torvalds yg menciptakan software dengan source code yg tersedia secara bebas. Pengguna mendapatkan kesempatan untuk memahami cara kerja sebuah software termasuk untuk melakukan perubahan sesuai kebutuhannya, bahkan dapat digandakan atau didistribusikan secara bebas. Gerakan inilah yg dinamakan sebagai open source. Penolakan mereka terhadap software propietary dilakukan secara positif dengan menciptakan skema alternatif yg penuh kemerdekaan, bukan dengan melakukan pembajakan secara ilegal. Sebuah tindakan terhormat sekaligus membuktikan kapasitas mereka yg mampu menghasilkan sebuah karya yg mengagumkan.
Gerakan ini dengan segera mendapatkan respon luar biasa dari seluruh penjuru dunia, sehingga menjadi suatu komunitas tanpa batasan wilayah yg memiliki kemerdekaan secara hakiki sekaligus dapat memberikan manfaat bagi orang lain. Manfaat, seperti apa contohnya? Lantas bagaimana mereka membiayai dirinya? Nah disinilah kuncinya. Open source memang menyediakan software secara bebas (dan kebanyakan gratis) termasuk juga source codenya. Sehingga biaya yg timbul adalah untuk melakukan kustomisasi serta pendampingan kepada konsumen agar benar-benar sesuai dengan kebutuhannya. Karena source code tersedia bebas maka yg terjadi adalah transfer knowledge secara utuh. Selain itu vendor ataupun komunitas akan selalu tertantang untuk melakukan inovasi & perbaikan secara terus menerus karena konsumen dapat membandingkan produk satu dgn yg lainnya. Sebuah imbalan yg pantas untuk biaya yg telah dibayarkan bukan? Produk software open source kini telah berkembang dalam seluruh aspek TI. Meluasnya akses internet yg memungkinkan orang untuk tersambung ke banyak hal tanpa dibatasi tempat semakin mempercepat perkembangannya. Lantas bagaimana dengan kondisi di Indonesia? Sayang sekali kita harus mengakui dengan jujur bahwa kondisi TI kita sangat memprihatinkan. Hampir-hampir tidak ada kemerdekaan dalam arti yg sesungguhnya. Sebagai negara dengan populasi penduduk terbesar keempat di dunia tentunya Indonesia adalah pangsa pasar yg sangat potensial. Lemahnya sikap pemerintah, terutama dalam hal penegakan hukum, menjadikan kita bulan-bulanan eksploitasi berbagai pihak sekaligus menghambat perkembangan anak negri.
Kasus pengadaan komputer lengkap oleh KPU untuk pemilu 2004 lalu yg ternyata hanya dipergunakan program excellnya saja menunjukkan pemborosan secara nyata. Atau kedatangan Bill Gates baru-baru ini, menindak lanjuti kunjungan Presiden SBY 3 th lalu ke markas besar Microsoft di Redmond, Seattle yg membicarakan tingginya pembajakan di Indonesia termasuk didalamnya penggunaan oleh instansi pemerintah. Mungkin tidak banyak yg tahu bahwa kunjungan Presiden kita diikuti dengan penandatangan MoU antara pemerintah dengan Microsoft secara diam-diam. Hasilnya? Microsoft saat ini memiliki peran cukup signifikan di Dewan TIK Nasional. Sementara kontribusi Microsoft masih belum terlihat jelas untuk Indonesia.
Tulisan ini bukan bermaksud menjelekkan software propietary, namun setidaknya memberikan wawasan bahwa saat ini tdp alternatif bagi kita. Saat ini sudah bukan zamannya kita tunduk pada monopoli, apalagi yg datangnya dari luar, jika kita sebenarnya mampu. Namun jika anda merasa nyaman dengan kondisi sekarang setidaknya tunjukkanlah konsistensi pilihan anda dgn menggunakan software yg asli, bukan bajakan. Terimalah softwarenya apapun kondisinya. Dengan begitu anda akan dapat berdiri secara terhormat dimanapun. Jika tidak, maka tidak ada salahnya anda mencoba software open source yg tersedia. Kalaupun anda bkn orang yg suka ngoprek-ngoprek software setidaknya anda bukanlah seorang pembajak hasil karya intelektual pihak lain. (Sender : Ubed Ubaidillah – PFA koor 2/APD)

Tidak ada komentar: